Senin, 11 Mei 2015

TERAPI KELUARGA


Nama  : Nahlia Dwi Citra F
NPM   : 15512225
3 PA 11
TERAPI KELUARGA
A.    Pengertian Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku, perkembangan simtom dan cara pemecahannya.
Terapi keluarga dapat dilakukan sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara yang satu dengan yang lain berbeda.
Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengolah perilaku interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga. Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada pada terapi punya konsekuansi dan kontek sosial.

B.     Cara Melakukan Terapi Keluarga
Dalam melakukan terapi keluarga terdapat tiga fase diantaranya:
1.      Fase Perjanjian
Terapis membuat kontrak pertemuan dengan keluarga dan mengumpulkan data, selama tahap ini terapis memfasilitasi proses penentuan masalah yang diidentifikasi oleh keluarga.
2.      Fase Kerja
Terapis berusaha mengubah pola interaksi diantara anggota keluarga dengan meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga.
3.      Fase Terminasi
Terapis harus melakukan review masalah yang telah teridentifikasi dengan keluarga dan menegosiasikan kembali kontrak dan jumlah sesi-sei keluarga.

C.    Manfaat Terapi Keluarga
Untuk mengerti dan menangani keluarga penderita gangguan mental. Kemudian terapi keluarga tidak hanya berguna untuk menangani individu dalam konteks keluarga, tetapi juga keluarga yang tidak berfungsi baik. Keluarga merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi secara terbuka dan interaksi keluarga secara sehat.

D.    Kasus-kasus yang diselesaikan dalam Terapi Keluarga
Dalam terapi keluarga ada penyelesaian kasus yang ditekankan tentang bagaimana mengubah perilaku anggota keluarga / keluarga dengan memodifikasi gejala atau akibat dari suatu tindakan. Penekanan pada penghilangan perilaku yang tidak sesuai menjadi perilaku positif, diantaranya:
1.      Latihan perilaku orang tua ( behavioral parent training )
Behavioral parent training menunjukkan pada pelatihan keterampilan orang tua. Terapis membantu sebagai pendidik belajar sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk merubah respon orang tua terhadap anak-anaknya. Berubahnya respon orang tua, akan membuat perilaku anak pun berubah. Tipe ini menggunakan metode verbal dan perbuatan.
2.      Terapi pernikahan / suami istri ( mariage/ couples therapies and education )
a.       Analisis perilaku dalam masalah suami istri
b.      Pembalasan yang positif
c.       Pelatihan keterampilan berkomunikasi
d.      Latihan memecahkan masalah
3.      Treatment pada Disfungsi seksual ( treatment of sexual disfunctioning)
Digunakan untuk membantu pasangan suami istri yang mengalami gangguan pada hubungan seks mereka, yang kemudian menjadi masalah pasangan. Seperti ejakulasi dini.
4.      Terapi fungsi keluarga ( functional family therapy )
Dalam functional family therapy, pertolongan diberikan apabila hubungan interpersonal antar anggota keluarga dalam keadaan :
a.       Contact/ Closeness ( Merging )
b.      Anggota keluarga sama-sama bersaing di dalam keluarga.
c.       Distance/ Independence ( Separating )
d.      Anggota keluarga saling memisahkan diri, ada jarak diantara mereka.

E.     Contoh Kasus Terapi Keluarga
Terdapat kasus dari seorang anak yang berusia 5tahun ketika dirumahnya saat itu ia diasuh oleh seorang pengasuh rumah tangga karena orangtua yang bekerja. Suatu hari ketika dirumah sang anak hanya berdua dengan sang pengasuh pada waktu siang hari ia sedang tidur siang, tiba-tiba ada perampok yang memasuki rumah tersebut dan membangunkan anak tersebut dan pengasuh tersebut lalu diikat dan duduk di lantai. Perampok datang dengan perlakuan yang kasar padanya dan pengasuh. Berteriak-teriak menanyakan dimana letak barang berharga seperti uang, perhiasan. Sang anak terus menangis ketakutan. Perampok tersebut memukuli anak tersebut dan pengasuhnya. Ketika perampok itu pergi sang anak dan pengasuh dengan tubuh yang masih terikat kain dan pintu rumah yang tertutup sampai tiba orangtuanya datang pulang dari bekerja dan kaget histeris melihat anaknya dan pengasuhnya dengan keadaan terikat dan duduk dilantai. Orang tua pun langsung mendekat dan menanyakan yang sebenarnya yang terjadi.
Setelah pengalaman tersebut sang anak dan orangtuanya pindah rumah dan tidak memiliki pengasuh lagi. Ibu nya yang berhenti bekerja. Setiap kali ia berada di rumah ia sering menangis dan tak pernah jauh dari sang ibu. Sang anak yang menjadi takut untuk berinteraksi dengan orang lain, tidak mau keluar rumah, bahkan tidak mau berkomunikasi. Hal ini sangat menghawatirkan bagi sang anak karena ketika ia bersekolah sangat menggangu mental dan psikis anak tersebut. Orang tua yang terus menghawatirkan anaknya akibat masa trauma yang berkepanjangan dapat menggangu kesehatan mental anak.
Orangtua pun datang ketempat terapi dimana ia menginginkan anaknya tidak terlalu merasakan trauma yang berkepanjangan dari masa kejadian perampok dimasalalu itu. Dan dapatlah hasil yang sangat memuaskan bahwa saat ini anaknya mau untuk berinteraksi, berkomunikasi bahkan mau menerima datangnya oranglain dalam kehidupannya.
Ciptakan suasana lingkungan aman dan nyaman biar anak selalu dalam kondisi senang dan bahagia. Sebagai contoh hal-hal yang perlu diperhatikan orang tua dan anggota keluarga untuk membantu konselor dalam mengelola emosi anak diantaranya adalah mampu mengendalikan amarah, membuang rasa takut, membuang cemburu dan meredakan kesedihan.


SUMBER :
Adi, K.J. (2013). Esensial Konseling. Yogyakarta: Garudhawaca
Chaplin, J.P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grapindo
Sanyata, S. 2012. “Teori Dan Aplikasi Pendekatan Behavioristik Dalam Konseling” . Jurnal Paradigma. Volume 14, No.7
Mintarsih, W. 2013. “Peran Terapi Keluarga Eksperiensial Dalam Konseling Anak Untuk Mengelola Emosi”. Jurnal Pendidikan. Volume 8, No.2